Rabu, 20 Oktober 2010

Mbo' Pah

Mbo' pah, begitu namanya biasa aku dan keluarga ku panggil, dia seorang pekerja keras yang dengan sangat teramat tulus mengurus segala kebutuhan keluargaku mulai dari jaman kakek buyutku dulu. Pembantu? TIDAK! Dia sudah dianggap bagian dari keluarga besar ini, menyisakan sebagian waktu dan umurnya didunia untuk tinggal bersama kami. Mbo' pah saat gadis sudah bekerja dirumah kakek buyutku yang bahkan aku sendiri belum pernah bertemu. Saat itu dia sempat menikah dan mempunyai anak, namun ajal menjemput suami dan anaknya terlebih dulu, sehingga dia memutuskan untuk hidup dan mengabdi dikeluarga besarku saja.
Hatinya lembut, baik hati dan sangat ikhlas, apapun dia beri kepada kami, semua, seperti anaknya sendiri. Dia mengurus papah, bude, dan om ku dari kecil, bahkan setelah kakek-nenekku tiada, dia selalu menjaga mereka, menjadi saksi akan kehidupan kami, turut bahagia bersama, sedih dikala duka dan bahkan menyimpan aib kami rapat-rapat, tak salah memang kami menganggapnya seperti orang tua.
Mbo pah, pandai memasak, masak apapun dia bisa, yang pasti masakan asli indonesia, dan sambel buatannya selalu dipuji-puji banyak orang. Om ku banyak belajar dari dia, bumbu, resep, rahasia makanan enak semua ditularkan, sampai bisa membawanya keliling indonesia, dunia, dan wara-wiri di layar kaca.
Bahasa jawa yang kental selalu jadi pilihannya berkomunikasi. Aku ingat sekali, dulu waktu aku SD mbo’ pah pernah berbicara denganku menggunakan bahasa jawa, aku hanya manggut-manggut saja, dan tahu apa? Sebotol coca-cola dia sodorkan padaku.. hihihi..lucuuu..yaa dia selalu baik padaku, teramat sayang, sering memberiku uang jajan, bahkan bisa menangis meraung jika aku tidak menerima pemberiannya.  
Seiring berjalannya waktu, umur, dan kisah hidup, mbo’ pah dan aku jarang bertemu, karena mungkin aku yang terlalu sibuk dengan duniaku, dunia yang aku sendiri tak tahu apa itu. Seingatku paling hanya kalau ada acara penting atau ya memang kebetulan main ke rumah om di bintaro, aku menengoknya. Ekspresinya selalu sama, kangeeen katanya, aku mencium tangannya, lalu dia memelukku erat sambil terus berbicara dengan bahasa jawa, mamahku selalu jadi penerjemahnya. Terakhir kali aku bersamanya waktu Idul fitri, dia menanyakan kapan aku menikah, sudah punya calon belum, kerjaan bagaimana, dan diapun berkomentar aku gemuk, begini katanya dalam bahasa jawa “riekee..lemuuuu...(sambil senyum dengan gigi tak ada)” huwaaa..akupun hanya tertawa dan memberikan dia pelukan mesra ditubuhnya yang renta.
Dan..
Ini..bagian teramat sedih..saat ku tahu kondisinya drop dan dia masuk RS. Suyoto di Veteran, waktu dia masuk itu hari Senin, banjir besar, macet dimana-mana, papahku berkali-kali mengingatkan untuk menjenguk, tapi aku tak bisa. Akhirnya baru dihari Selasa, hari dimana firasatku tak enak, pikiran melayang kemana-mana. Sorenya sehabis pulang kerja, aku datang menengoknya, alat sudah terpasang dari kepala sampai ujung kaki, ditubuhnya yang sudah termakan usia, tidak tega..sungguh.. Saat itu ada satu ustadz yang mengaji disebelah tempat tidurnya. Akupun duduk disisi sebelahnya lagi, memegang tangannya, sambil terus berkata juga berdoa dalam hati. Allah berilah dia yang terbaik, terbaik, terbaik.
Saat adzan maghrib, sang ustadzpun berhenti mengaji, membisikkan kalimat-kalimat ALLAH, dan pamit sholat. Sesaat itu juga degupan jantungku bergerak cepat, aku melihat ke arah alat pengukur denyut jantungnya melemah, nafasnya pun mulai melambat. Panik..semua panik..aku panik..berlari ke luar, memanggil suster, dan langsung diambil tindakan. Seperti ada diadegan film, ya kondisi itu hanya aku lihat diadegan film, suster membawa alat picu jantung, dokter mengecek badan dengan stetoskop, melihat keselang infus, semuaaa.. semua.. ku harap memang hanya adegan film..badanku melemas..melayang..blank..aku terus berdiri, menatap kearah wanita yang mencurahkan hidupnya bagi kami, ya ALLAH aku sayang dia, aku sayang dia..tak terasa air mataku pun tumpah, bersimbah rintihan do’a, saat mataku melihat denyutnya tak ada bahkan setelah suster menyiksa dadanya dengan alat picu itu..Ya ALLAH..Innalillahi wa innailaihirajiuun..
Aku masih terus meraung menangisi dia, menangisi dia yang sudah tenang disana, tak lagi merasakan sakitnya, dia yang bahkan aku tak tahu tanggal lahirnya, dia yang bahkan aku belum bisa membalas budinya, dia yang bahkan aku belum bisa membahagiakannya, dia yang belum sempat ku ucapkan kata terimakasih, dia yang tidak pernah ku sebut Nenek.. Ya ALLAH, betapa cepatnya waktu atau betapa terlambatnya akuuu akan semua itu. Hanya lantunan Ayat suci, memandikan, mensholatkan, sampai menghantar ke liang kubur, ku jalani semua prosesi, sebagai wujud sayangku untuknya.
 bendera kuning selalu jadi tanda kehilangan..
Sehabis mengaji, menatapi jasadnya yg sudah terbujur kaku :'(
berada di ambulance-jenazah, dalam perjalanan menuju Tanah Kusir, i hate Sirine!!!
tabur do'a dan tabur bunga bersama 
we don't even know her birthday :'( 
muka sedih,kurang tidur,tetap senyum karena sudah melakukan yg terbaik.. 

 Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, setiap awal pasti ada akhir, setiap lahir pasti ada mati. Yaa..that’s life, itulah kehidupan didunia ini, tidak ada yang kekal dan abadi. Disini, aku hanya mau berbagi,  bahwa ajal bisa datang kapan saja, tak kenal nanti. Sedih memang kehilangan seseorang yang rasanya belum sepenuhnya kita bahagiakan, tapi lantunan do’a yang pantang putus itu, harus dijalankan bagi kita yang masih diberi kesempatan hidup. Dan bagi yang masih diberi kesempatan bersama orang yang kita cintai, raihlah hatinya, bahagiakan harinya, selagi raga masih bisa saling bersentuhan.

Ya Allah ya Rabb..ampunkanlah segala dosa-dosanya, terimalah semua amal ibadahnya, mudahkan jalannya, lapangkanlah kuburnya, jauhkan ia dari siksa kubur, siksa api neraka.. tempatkanlah ia di Syurgamu ya Rabb.. Amin Ya Rabbal alamin.. Al-fatihah..

Istirahat yang tenang ya mbo'..rieke sayang mbo' pah selamanya..

0 komentar:

Posting Komentar