Jumat, 10 Juni 2011

MY IMMORTAL (BAGAS)



Sore itu, setelah pelajaran tambahan selesai, tanpa fikir panjang, aku menerjang derasnya hujan, sambil memeluk tas kesayanganku. Aku setengah berlari ke arah depan jalan, menunggu mobil yang melaju kencang, baru menyebrang. Ditengah pembatas jalan aku terhenti, mobil dan motor dari arah kiri banyak yang berlalu lalang, aku semakin basah, tak sadar air mata sudah tumpah, mengalir saru, bercampur tetesan hujan.

Seseorang menarik lenganku


Berdiri tepat disampingku

“kamu kenapa bandel sih kalo dibilangin, tunggu sampe ujannya reda bisa kan?”

JEGER..

Petir menelusup ditelingaku

Suara itu, suara mu.. BAGAS..

Bahkan dia peduli..

emh.. hm.. mh.. abis gimana, aku buru-buru”

menjawab tanpa menoleh sedikitpun, aku tidak mau dia tahu, mata ini memerah, luapan amarah.

Akhirnya kita menyebrang jalan, sambil tetap memegang lenganku, dia mengajakku menepi di pelataran sebuah toko kelontong yang kebetulan sedang tutup. Bersandar pada rolling door abu-abu, kamu dan aku, kita, nyata.


Terdiam sesaat, kikuk, akupun bingung harus berkata apa, berbasa-basi apa, semua campur aduk rasanya.

“va.. sebenernya udah lama aku mau ngomong sesuatu sama kamu”

“ngomong apa gas?”

“kepengen jujur aja”

“soal apa?”

“kamu”

“soal aku?”merenyitkan dahi, terheran-heran.

“iya kamu, aku mau ngomong serius sama kamu tentang perasaan aku selama ini”

“...”

“Ardiva, kamu mau ngga jadi bagian dari hidup aku?”

‘’...”

“aku sayang kamu va”

‘’...”


“iya”

Siapa sangka? Aku yang baru beberapa menit tadi terbakar api cemburu karena melihat kamu akrab dengan wanita lain, tiba-tiba kamu mengejar, bersama menerjang hujan lalu menyatakan cinta padaku. Asal kamu tahu, hasrat hatiku ingin berkata banyak, tapi mulut terbata, hanya kata “iya” saja yang terucap.

“va, jangan pernah ninggalin aku ya..”

Aku hanya mengangguk.

---

Hujan terbaik dalam hidupku.

Sepuluh tahun yang lalu, saat berseragam putih biru, akhirnya cinta kita menyatu. Aku yang memendam rasa, tidak pernah bisa memulai, ternyata dentuman hati kita seirama, bersenandung merdu berlatarkan deras hujan. Air yang turun ke bumi, membasahi badan kami, seolah meluluhkan gengsi, lalu berganti suara hati yang dinanti. Aku yakin saat itu Tuhan menurunkan hujan untuk satu tujuan, mempersatukan cinta dalam dekapan.

Hubungan kitapun bisa dikatakan mulus, tidak ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan, semuanya mengalir apa adanya, indah, ahh.. sungguh, aku jatuh cinta berkali-kali padamu.

---


Cara dia mengungkapkan cinta saat hujan begitu tiba-tiba, tidak pernah ku harapkan demikian dengan kepergiannya.

25 Mei 2010, Bagas pergi menghadap illahi, sehabis isya kamu mengirimkan pesan, kamu bilang kamu sayang aku dan pamit tidur duluan, akupun membalas dengan ucapan sayang dan selamat tidur. Tidak sayang, bukan ini yang aku inginkan, bukan selamat tidur untuk selamanya, bukan, aku ingin hari ini kamu bangun dan kita masih bisa bertemu seperti hari-hari yang lalu.

Ya Rabb.. aku tidak bisa mendekapnya lagi, mewujudkan mimpi-mimpi indah kami. Aku teramat sangat menyayangi dia, tapi Engkau jauh lebih sayang padanya dan tahu yang terbaik untuknya. Aku sungguh kehilangan Bagas, kehilangan canda, tawa, gaya bicara, kata-kata mesra, janji indah yang dia ucap, nasehatnya, semuanya. Jangankan dijalani, membayangkannya saja aku tidak sanggup.

Tetapi hidup harus terus berlanjut, aku kirimkan energi cinta lewat do’a yang selalu kupanjatkan setiap sehabis sholat lima waktu, surah Yasin sekali seminggu, menaburkan bunga dipusaranya sesempatnya waktuku. Janji, semuanya itu akan ku lakukan hingga penghujung umurku.

---

Setiap kali hujan, entah mengapa aku membayangkan seolah itu adalah tetesan tangismu, gas. Ku tadahkan muka ke langit, ku biarkan tetesan air matamu membasahiku, kurasakan itu, ku bermain dengan angan, berbicara dengan hati, semoga kita bisa bersatu lagi, dihujan yang tidak lagi dibumi, di syurga nanti. Aku sayang kamu, Bagas..



Inilah kisah ku, seperti My Immortal dilagu, pilu, tapi menguatkan hidupku.

0 komentar:

Posting Komentar