“gue dukung elo ke sama dia..”
“aku dukung kamu sayang, goodluck ya castingnya”
“kita dukung elo ke jadi ketua..”
“apapun keputusannya kita pasti dukung kamu”
Kira-kira begitulah kata-kata dukung terselip didalam sebuah
kalimat. Pernah dapat dukungan juga? Pastinya ya.. bermacam-macam moment dan
kesempatan memungkinkan kita mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat,
bahkan yang tidak kita kenal sekalipun (ex : dukungan by sms disebuah kontes
menyanyi).
Tidak mendadak tiba-tiba ingin membahas kata DUKUNG sih, cuma
siang ini pikiran lagi melanglang buana dari sederet kata dukung, dan teramat
sayang kalau harus berputar dikepala aku saja, better we share it, right?
Hemm.. bagiku dukungan itu sangat penting dalam sebuah
pengambilan keputusan atau apa yang sedang kita jalani dihidup dan kehidupan
ini, ibarat NOS diperangkat mobil, keberadaan dukungan menjadi begitu powerfull dan membuat kita melesat
percaya diri melangkah karena sekeliling merestui sesuatu hal yang kita
kerjakan (positif tentunya). Tidak jarang yang patah arang atau kehilangan
semangat karena tidak ada satupun yang mendukungnya, apalagi orang-orang
terdekat, terutama keluarga, saudara, sahabat, teman, dan kekasih. Rasanya bagai
kehilangan gairah untuk menjalani hal yang mungkin sangat berarti bagi kita,
sungguh sedih bukan kepalang.
Tapi pernahkah kamu berfikir begini, Ya.. kita memang butuh
dukungan dan support dari siapapun itu, bahkan ide sepele sekalipun bisa
menjadi sesuatu jika banyak yang mendukung. Pertanyaannya adalah? Apakah dukungan
itu sementara? Atau selamanya? Hanya dibibir saja atau dari dasar hati?
*narik nafas*
Berdasarkan pengalaman saja ya temans, aku pernah sangat
didukung, disupport, diberikan masukan tentang ini itu, bahkan seolah dukungannya
itu teramat bisa dipercaya dan membangkitkan keinginanku untuk mengambil
keputusan dalam hidup. Singkat cerita, aku akhirnya menjalani apa yang orang
dukung, awalnya memang berjalan dengan baik, tapi ditengah-tengah semua jauh
dari apa yang diduga diawal, berantakan, bahkan mirisnya kemanakah orang yang
mendukungku tadi? Pergi? Bukankah justru dalam posisi genting dan
tergopoh-gopoh aku jauh lebih membutuhkan dukungan seperti apa yang dia lakukan
diawal? Bahkan dia tidak pernah mau tahu?!
*narik nafas lagi*
Tidak, tidak bermaksud menyiyir, tapi dari contoh kecil
diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa lagi-lagi yang menjalani adalah diri kita
sendiri. Jangan jadikan dukungan itu 90 persen kecondongan keputusanmu karena
seperti NOS tadi, dukungan kadang sifatnya hanya temporer. Berfikirlah jernih,
dari sudut pandang segala arah, minta pendapat yang banyak, terutama do’a
(karena kekuatannya lebih dari apa yang kita bayangkan). Dan jika kita ingin
menjadi pendukung, jangan mendukung pura-pura, dukung sepenuhnya, diawal,
ditengah, diakhir, dengan begitu kalian bisa saling mendukung satu sama lain,
kan?.
Namanya juga manusia, segalanya bisa berubah, bahkan dalam
hitungan detik. Tapi berkonsistenlah dalam berbuat baik. Yang baik itu abadi
dikenang.
Heyyy.. why am i so
serious in this post?
*phew*
0 komentar:
Posting Komentar